twitterfacebookgoogle pluslinkedinrss feedemail

Kamis, 18 April 2013

Cinta Seperti apakah yang kita miliki ?

Ajak diri merenungi diri ………
Sudah berapa lama Allah memberi kita usia?…
Berapa banyak kita nikmati karunia-Nya?…..
Sudahkah semuanya elat kita syukuri?……
Sudahkan asma Allah mengiringi nafas kita? ….
Sudahkan kita memandang dengan cinya-Nya?…..
Sudahkah kita berjalan dengan cinta-Nya?………
Ya Rabb, Engkaulah tujuanku……….
Ya Rabb, Ridha-Mu harapanku…….
Rahmat-Mu dambaanku……..
Hamba-Mu yang dho’if ini menghadap kehadirat-Mu
Berikan kepadaku akan cintamu……
Anugerahkan kepada kami ma’rifat dan mencintai-Mu
Cintailah hamba seperti Engkau mencitai kekasih-Mu..

Amiiiiin.


 “Dari Abu Hurairah ra. Berkata, Rasulullah SAW perbah bersabda:

“Sesungguhnya Allah ta’ala berfirman: “Barang siapa yang memusuhi wali-Ku, sungguh Aku telah menyatakan berperang terhadapnya, tiada seorang hamba mendekatkan diri kepada-Ku yang lebih Aku cintai dari apa-apa yang Aku fardlukan atasnya. Hamba-Ku senantiasa melakukan ibadah nafilah himgga Aku mencintainya, dan jika Aku telah mencintainya, maka Aku menjadi pendengarannya yang dia mendengar dengannya, dan menjadi penglihatannya yang dia melihat dengannya, menjadi tangan yang dia memegang dengannya, dan menjadi kaki yang dia berjalan dengannya. Jika dia memohon kepada-Ku, niscaya Aku akan memberinya dan jika dia memohon perlindungann kepada-Ku, niscaya Aku akan melindunginya”.
(Al-Hadits).

Sudah menjadi fitrah manusia ingin merasakan cinta dan dicintai. Tidak lengkap rasanya hidup tanpa adanya cinta. Tidak sempurna keberadaan seseorang tanpa cinta. Tak lengkap keberadaan Nabi Adam tanpa Siti Hawa, walaupun berada di surga yang penuh dengan kenikmatan. Bagai sayur tanpa bumbu. Bagai roti tanpa gula. Terasa ambar tak terasa. Damai hati bersama kekasih. Merana hati dikala jauh dari kekasih. Hati yang dilanda cinta terasa berada ditaman yang bertabur bunga, bau harum semerbab mewangi. Elok, indah, dan sedap dipandang mata. Kumbang-kumbang dengan riang gembira menari-nari di pucuk dedaunan menikmati keindahannya.

Cinta tumbuh bersemi dari perkenalan. Jika tak kenal, maka takkan ada namanya cinta. Kenal bermula dari tahu. Rasa ingin tahu mendorong seseorang untuk mengenal sesuatu dari dekat. Pepatah mengatakan: “Tak tahu, maka tak kenal. Tak kenal, maka tak cinta”. Sekedar tahu belumlah cukup untuk orang itu terpikat. Namun, tahu itu mendorong seseorang untuk mengenal. Dengan mengenal sejatinya sesuatu, hati terpesona oleh keindahan dan keelokannnya, kemudian terpikat dan terjerat api cinta. Demikian pula kita temukan peribahasa: “Dari mana datangnya lintah, dari paya turun ke kali. Dari mana datangnya cinta, dari mata turun ke hati”.

Seorang mahasiswa sedang menyusuri teras kampus menuju perpustakaan, tiba-tiba berpapasan dengan gadis yang cantik rupawan menebar bau harum. Kedua bola mata maha siswa ini tak berkedip terpesona dengan kecantikan gadis itu. Wajahnya cantik rupawan, kulitnya halus kuning langsat, rambutnya panjang terurai hitam mengkilat, bola matanya sipit, pandangannya redup, suaranya lebut, dan langkah-langkahnya lemah gemulai. Sungguh sempurna penciptaannya. Tahunya pemuda ini mendorongnya untuk mengetahui tentang siapa namanya, di mana alamatnya, kuliah di mana, jurusan apa, semester berapa?. Pertanyaan-pertanyaan ini maunya segera terjawab. Berbagai carapun dia lakukan untuk mengenalnya. Lewat SMS, lewat surat, dan teman-teman dekatnya. Dia pun memberanikan diri untuk berkenalan. Akhirnya, dia pun terjerat panah asmara dengan gadis itu. Perkenalan membawanya pada rasa cinta.

Seorang pengusaha kaya raya suatu kali menghadiri pameran mobil mewah merk terkenal. Dua matanya tertuju pada sebuah mobil trendi. Bodinya keren, mesinnya halus, teknologinya canggih, motif dan warnanya serasi sesuai dengan selera hatinya. Dia pun menjadi penasaran ingin mengenal mobil itu dari dekat. Bahkan, dia ingin segera mencobanya. Semakin dia dekat dan kenal dengan mobil itu, semakin terpikat hati ingin memilikinya. Dia kerahkan segenap kemampuannya untuk mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya, agar bisa membelinya. Terasa lega dikala mobil yang diharapkan sudah berada dalam genggaman.

Demikianlah, cinta kepada Allah SWT. bermula dari kenal (ma’rifah) kepada-Nya. Siapa Allah Al-’Alaa, apa nama-nama-Nya, bagaimana sifat-sifat kebesaran-Nya. Mengenal Allah dari dekat, memicu seseorang untuk mencintai-Nya. Betapa Maha Agung Rububiyah dan Uluhiyah-Nya. Betapa Maha Rahman Rahimnya Allah terhadap semua hamba-Nya. Semua dikasih, baik yang taat atau pun yang durhaka, yang beriman maupun yang kafir. Hamba yang dikasih tidak terpilih dan hamba yang disayang tidak terbilang. Allah begitu dekat dengan hamba-hamba-Nya. Lebih dekat dari urat nadi manusia. Hanya hamba yang berhati batu yang tidak bisa merasakan kedekatan-Nya. Betapa besar kasih sayang Allah kepada semua hamba-Nya. Manusia bisa makan-minum dengan lahap semua nikmat Allah, bernafas dengan lega, berjalan dan berlari dengan dua kaki ini. Dia memberi kita dua mata, dengan keduanya kita bisa melihat keindahan panorama alam, wujud kebesaran dan keagungan Allah. Dan masih banyak sekali nikmat-nikmat yang diberikan kepada hamba-Nya sebagai bukti bahwa Allah menyayangi makhluk-Nya. Tetapi, Allah tak pernah meminta imbalan, walaupun cuma sekali. Hanya keimanan di dasar lubuk hati yang diimplementasikan dalam ketaqwaan dan menjauhi larangan-Nya sebagai wujud rasa syukur hamba atas semua nikmat-Nya. Hamba yang buta mata hatinya tidak dapat peka terhadap kasih sayang Allah. Bagi hati yang buta, sejuta pelita tak akan banyak berarti baginya.

Cinta adalah perhiasan hidup yang mempercantik kehidupan. Semuanya membutuhkan akan cinta. Cinta menyulap seseorang yang lemah menjadi perkasa, yang susah menjadi riang gembira, yang waras menjadi gila, dan yang sadar menjadi melayang. Dengan cinta, hilang rasa letih, lupa permasalahan, dan hidup menjadi optimis. Cinta itu buta dan tuli. Tidak perduli dengan orang di sekitarnya, yang terpenting dia bersama kekasihnya. Cinta yang menggelora akan menjadi ruh kehidupan. Semua gerakan kehidupannya digerakkan dan dimotifasi oleh rasa cinta. Jika kekasihnya senang, dia merasa senang. Jika kekasihnya dirundung duka, dia ikut merana. Cinta menyatukan dua hati yang berbeda. Badai gelombang akan dihadapi dengan tenang asal dekat dengan kekasihnya. Detak jantung memendam rasa kerinduan.

Demikian pula, jika seorang hamba telah jatuh cinta dengan Rabbnya. Kekurangan fisik dan materi bukanlah penghalang untuk dapat bermesraan dengan Rabbnya. Rasa cinta kepada-Nya menjadi ruh kehidupannya. Hatinya terus terpaut memendam rasa rindu kepada-Nya, lisannya selalu basah mengingat-Nya. Asma-asma-Nya yang agung menyelinap di selah-selah irama kehidupannya. Lantunan ayat-ayat qouliyah-Nya menggema di semua sisi kehidupannya. Pikirannya tajam menyingkap kebesan-Nya dibalik apa yang terlihat oleh mata. Seluruh tenaganya dipergunakan untuk meraup kebahagiaan Kekasihnya. Tidaklah keluar butiran-butiran peluh dari tubuhnya, kecuali untuk mengais kasih sayang-Nya. Tidak bergalir darahnya, kecuali mengharap kedekatan dengan-Nya. Damai rasa hati bersama-Nya. Tentram jiwa bermesraan dengan-Nya. Tak ada pesona terindah melebihi keindahan ketika bersama Kekasihnya. Kalau cinta membara, maka hati, pikitan, dan jiwa tercurah kepada Kekasihnya. Cinta hamba kepada Sang Kholiknya, mempunyai kekuatan dasyat untuk memenuhi panggilan Kekasihnya. Hamba yang tersulut api cinta, dia akan mengorbankan apa saja untuk memenuhi tuntutan Kekasihnya. Jauh terasa dekat. Berat terasa ringan. Sulit terasa mudah. Pahit terasa manis. Jalan terjal mendaki akan dilalui. Gunung tinggi akan dilewati. Lautan luas akan disebrangi. Badai gelombang tak gentar akan dihadapi dengan tenang dan hati lapang bagi hamba yang tersandung cinta dengan Kholiknya.

Insan yang terpana asmara dengan Allah Al-Rahim, segera melangkah untuk menunaikan shalat lima waktu dengan khusyu’ dikala panggilan Kekasihnya dikumandangkan. Dia akan qiyamul lail pada saat kebanyakan manusia terlena dengan impinya. Dibasuh muka dan disucikan anggota tubuhnya, dia gelar sajadah, dia tundukkan hati dan jiwanya memenuhi seruan Rabbnya. Putaran tasbis tak terhitung jumlahnya. Nama kebesaran-Nya mengalir deras dari lisannya. Derai air mata tanda bahagia mengalir membasahi kedua pipinya. Suara lirih dia bisikkan pantun-pantun cinta di hadapan Kekasihnya. Begitu dalam rasa cinta yang tersimpan di dalam hatinya. Dia pejamkan kedua matanya dari pandangan yang tak diingi Pujaannya. Dia hentikan semua prilakunya dari kemaksiatan yang dibenci-Nya. Dia kemas kado termahal dan terindah, saat pertemuan dengan mengikhlaskan semua ibadahnya. Dia tak akan berbuat sebelum dia bertanya kepada Kekasihnya … Allah SWT. : “Apakah Allah ridla atau tidak terhadap dirinya, Apakah Allah suka atau tidak dengan kelakuannya, dan apakah Dia akan menerima perbuatan atau menolak amal yang di madukan dengan yang lain?”. Jika Dia senang dan ridla, maka segera dia persiapkan semuanya dengan hati tulus dan senang. Kelezatan iman terasa mengiringi hidup hamba yang terjerat panah asmara dengan Rabbnya. Subhanallah.

Cinta yang tumbuh subur di dalam sanubari seorang hamba dapat melupakan dia terhadap segala-galanya. Tak akan banyak berarti baginya kemewahan tanpa keidlaan Kekasihnya. Tak akan berharga kedudukan tinggi, jika Dia berpaling muka darinya. Tak akan bernilai apa yang dia lakukan dan dikumpulkan dengan susah payah, ketika Dia enggan menerimanya lantaran diduakan dengan yang lainnya. Waktu terasa begitu cepat berlalu. Satu tahun terasa satu bulan. Satu bulan terasa satu minggu. Satu minggu terasa satu hari. Sehari terasa satu jam. Satu jam terasa satu menit. Dan semenit terasa satu detik. Semua waktunya dipersembahkan kepada Sang Pujaan hatinya. Tiada waktu yang berlalu, kecuali bersama Sang Tambatan hati. Dia jadikan 24 jam bersama Kekasihnya Yang Maha Agung. Subhaanallah, betapa indah hidup hamba penuh rasa cinta dengan Kekasihnya. Inilah sejatinya cinta. Rasulullah SAW pernah bersabda: “Sejatinya cinta berada dalam tiga perkara, yaitu dia akan senang memilih ucapan kekasihnya dari pada ucapan selainnya, dia akan memilih duduk bersama kekasihnya dari pada duduk dengan selainnya, dan dia akan memilih ridla kekasihnya dari pada memilih ridla selainnya”. (al-Hadits).

Sedangkan kecintaan seorang hamba kepada sesuatu selain Allah SWT, tidak dapat dikatakan cinta sejati atau cinta yang tulus. Karena di dalam cintanya terdapat hasrat terselubung. Pepatah mengatakan: “Ada udang di balik batu”. Cinta seorang pemuda kepada seorang gadis tidak dapat dikatakan cinta sejati, karena boleh jadi, kecintaannya karena kecantikannya, hartanya, atau cinta yang dislimuti oleh sahwat seksual. Lihatlah!, setelah sang buah hati lahir, wajah istri mulai berkerut dan keriput, rambut mulai beruban, maka cintanya mulai terbagi dan memudar. Kalau cinta seorang pemuda karena kecantikannya, maka cintanya akan lenyap bersamaan dengan hilangnya kecantikannya. Jika karena hartanya, cintanya akan hilang bersama dengan susutnya harta kekayaannya. Tidak ada yang kekal di dunia ini, termasuk kecantikan, kedudukan dan kekayaan. Kecantikan dan kekayaan akan sirna ditelan jaman. Dan akan menjalani proses perhitungan kelak yaumal kiamah.

Betapa seorang istri menangis meratap pada saat kepergian suami tercintanya, tetapi setelah beberapa bulan kemudian cinta terhadap suaminya tadi sudah hilang, berganti kecintaannya kepada lelaki yang lain. Dia lupa akan suami yang pernah menjadi tambatan hati dan tumpuan hidupnya dahulu. Cintanya pudar dan lenyap ditelan masa.

Lihat pula!, bagamana cintanya seorang hartawan kepada mobil barunya. Dirawatnya setiap hari, dijaga dengan hati-hati sekali, dicuci setiap hari, dikontrol oli dan bensinya, dan dicek kondisi mesinnya. Dipakai mobil itu dengan hati yang was-was takut tergores. Semakin mahal harga mobilnya, semakin was-was menggunakannya. Betapa dia memanjakan kendaraan itu. Kecintaannya terhadap mobil itu mengalahkan cintanya kepada anak istrinya. Tetapi, setelah mobil sudah usang, berulang kali mengalami kerusakan, di jalan tanjakan sering mogok, dan catnya mulai memudar, maka kualitas cintanya ikut memudar. Cintaya hanya kamuflase belaka. Setelah dia mendapat apa yang diingini, dia campakkan begitu saja. Habis manis sepah dibuang.

Seorang ibu rumah tangga begitu menyukai aneka bunga. Teras rumah dan halamannya ditanamii dengan bunga-bunga yang elok rupawan. Dia tata dan dirawat bunga itu dengan hati-hati. Dahan dan daun kering disiangi. Sesekali dipindah ke dalam pot baru yang lebih bagus. Tidak lupa juga dilakukan peremajaan tanahnya dengan memberi pupuk dan disirami setiap hari, agar tanah menjadi gembur dan subur. Begitu besar dia mengharapkan keindahan dan kesejukan di rumahnya. Apapun dilakukannya. Waktunya tercurahkan untuk merawat bunga itu. Walhasil, memang bunga tumbuh dengan suburnya, tanpak panorama warna-warni bunga memperindah rumahnya. Bau harumpun menyebar di seleruh sudut rumahnya. Diciumi dan dibelai-belai bunga itu pagi dan sore. Tetapi, setelah bunga-bunga itu beranjak tua dan layu, kuntumnya berguguran, daunya menguning, dahan dan rantingnya mengering, maka cinta ibu itu mulai surut, bahkan sudah hilang sama-sekali. Dicabuti bunga-bunga kering itu, kemudian ditumpuk di tempat sampah, disiram minyak tanah, lalu dibakar semua. Habis sudah cintanya bersamaan dengan terbakarnya bunga itu.

Begitulah cinta insan terhadap selain Allah SWT. Mula-mula bergejolak, kemudian berangsur-angsur pudar dan akhirnya hilang sama sekali. Sehingga ada pepatah mengatakan bahwa: “siapa yang cinta kepadamu karena sesuatu, niscaya dia akan berpaling darimu setelah dia mendapatkan apa yang diaharapkan darimu”.

Berbeda dengan seorang yang cinta kepada Rabbnya yang selalu segar dan indah. Semakin dia mencintai-Nya, Dia pun semakin cinta kepadanya. Bila diri telah jatuh cinta dengan Rabbnya, maka terasa tak berguna segala apa yang ada. Mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki siap dikorbankan jika Dia ingini. Di mana dia menatap yang tampak adalah Wajah-Nya. Deburan ombak yang bergelombang, bintang bertaburan di langit, saat mentari menyinari bumi, pepohonan yang menghijau, hamparan luas padang rumput, gurus sahara yang tak berair, lautas lusa yang tak bertepi, hiruk-pikuknya perkotaan, lalu-lalang manusia di tengah-tengah mereka berusaha mengais rizki, maka yang tampak di balik semuanya adalah Keagungan Allah ……. Kekasihnya.

Allah berfirman:

فَأَيْنَمَا تُوَلُّوْا فَثَمَّ وَجْهُ اللهِ

“kemanapun kamu menghadap, maka yang tampak hanyalah wajah Allah”.

(QS. Al-Baqarah:115).

Dalam keadaan apapun dia selalu yang dingatnya adalah Allah SWT. Allah berfirman:

الَّذِيْنَ يَذْكُرُوْنَ اللهَ قِيَامًا وَقُعُوْدًا وَّعَلَى جُنُوْبِهِمْ ….

“Mereka ingat kepada Allah diwaktu berdiri, duduk, dan berbaring..“

(QS. Ali Imran: 191).

Bahkan jika namanya disebutkan jiwanya bergetar, tubuhnya panas dingin, detak jantung pun menderas, dan hatinya gelisah, seakan-akan dia akan bertemu dengan Kekasihnya. Semakin bertambah rasa cinyanya kepada-Nya. Firman Allah SWT:

“Sejatinya orang-orang yang beriman itu ialah apabila disebut nama Allah gemetar hatinya. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah kepadanya bertambah imannya, mereka bertawakkal kepada-Nya”. (QS. Al-Anfal: 2).

Jika diri telah tenggelam dalam mencintai Allah, maka dia akan merasakan lezatnya iman, terasa indahnya kehidupan, terasa sahdunya menjadi penghuni bumi ini. Begitu nikmat saat tegak berdiri dalam kekhusyu’an shalat, alangkah lezatnya saat lisan basah dengan berdzikir, begitu lega dan bahagianya ketika dapat berbagi dengan sesama. Dilalui alur-alur kehidupan dengan rasa ridla dan syukur yang mendalam terhadap anugerah Ilahi. Inilah sejatinya hidup _nsane di dunia ini. Menjalani perintah Allah dengan rasa syukur dan menjauhi larangan-Nya dengan keridlaan. Di sinilah sesungguhnya berakarnya sikap ridla. Ridla tak akan ada jika tak ada mahabbah. Cinta menimbulkan ridla, dan sifat ridla menimbulakan rasa syukur, dan ridla dan syukur inilah membuahkan perasahaan tuma’ninah, sakinah, sa’adah, dan istiqomah.

Jadi, seseorang yang dapat merasakan kecintaan kepada Allah Ta’ala, dia akan selalu bersama Allah. Tangannya akan bekerja dengan izin Allah, kakinya berjalan dibimbing oleh Allah, matanya melihat dengan keagungan Allah, hatinya selalu mengingat Allah. Pikirannya tertumpu pada kebesaran Allah. Lisannya terus bertasbih memuji Allah. Nafasnya keluar-masuk dengan teratur beriringan dengan nama-nama Allah. Batinnya tentram, damai, lapang, bahagia, dan lembut terpikat kelembutan Sang Maha Lembut. Semua ini merupakan anugrah Allah yang sangat besar. Rasa cinta ini akan diperoleh seorang hamba, jika dia mampu melepaskan diri dari balutan harta haram, melanggengkan dzikir, mengenal Allah lebih dekat, taubatan nasuha dari semua dosa, zuhud terhadap dunia, istiqomah dalam beribadah, senang menunaikan ibadah nafilah, ikhlas dan diawali dengan niat karena Allah dalam semua amalnya, dan selalu berdo’a kepada Allah, agar Dia berkenan memberikan cintanya kepada kita. Semoga kita semua menjadi _nsane yang dicintai dan mencintai Allah ta’ala. Amin. Wallahu a’lam bissawab.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Quotes This Week

Lihatlah apa yang disampaikan Jangan dilihat Siapa yang Menyampaikan.... Syaiidina Ali Bin Abi Thalib RA